TUGAS
SOSIOLOGI
HUKUM
”PENCABULAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR
DALAM
KONTEKS SOSIAL”
Dosen :
DR. Zainul
Akhyar, M.H.
Oleh :
Irdawati (A1A215021)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2016
BAB I
Latar Belakang
Masalah
Dalam kehidupan bermasyarakat khusus nya dalam konteks social setiap
orang tidak lepas dari pada suatu permasalahan yang adala dalam suatu
lingkungan masyarakat yang mana dalam suatu hubungan timbal balik dan
kepentingan yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya yang dapat
ditinjau dari segi, misalnya segi agama, etika, social budaya, politik, dan
termasuk pula segi hukum. Ditinjau dari kemajemukan kepentingan seringkali
menimbulkan konflik yang berkepanjangan dari pada kepentingan tersebut, yang
mana pada akhirnya melahirkan apa yang dinamakan tidak pidana.
Semakin tingginya nilai sebuah peradaban dari masa kemasa tentunya mampu
memberikan kemajuan bagi kehidupan masyarakat, namun tidak dapat dilupakan juga
bahwa di sisi lain dari kemajuan yang ditimbulkan akan membawa sebuah dampak
yaitu dampak yang negative atau buruk bagi masyarakat, jika semua itu tentunya
tidak ditempatkan pada tempatnya.
Perkembangan masyarakat yang merupakan sebuah gejala social yang biasa
dan bersifat umum serta merupakan proses penyesuaian masyarakat terhadap
kemajuan jaman. Perkembangan tersebut membawa dampak yang luar biasa yang dapat
dirasakan oleh seluruh anggota masyarakat tersebut termasuk tuntutan hidup.
Dalam masalah yang ada didalam sebuah konteks social yang mana salah satu
nya yaitu masalah pencabulan terhadap anak dibawah umur yang mana tentunya akan
berdampak pada psikologis maupun perkembangan lainnya terhadap anak tersebut
menjadi tidak berjalan sebagai mana mestinya yang diharapkan oleh sebagian
masyarakan yang mana ditimbulakan dari segi pencabulan terhadap anaka dibawah
umur tadi. Dalam dampak psikologis pada anak tersebut akan melahirkan trauma
yang berkepanjangan yang kemudian akan melahirkan sikap tidak sehat yang
ditimbulkan dalam sebuah lingkungan disekitarnya, yaitu seperti minder,
ketakutan akan berlebihan, perkembangan jiwanya terganggu, dan pada akhirnya
berakibat pada keterbelakangan mental. Dalam keadaan tersebut kemungkinan dapat
menjadi sebuah kenangan yang buruk bagi anak yang dibawah umur terhadap korban
pencabulan tersebut.
Dalam pencabulan tersebut dapat dikatakan kejahatan dalam konteks social,
yang mana kejahatan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan yang
memerlukan penanganan secara khusus. Karena hal tersebut dikarenakan kejahatan
akan menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Oleh karena
itu, selalu diusahakan berbagai upaya untuk menanggulangi segala kejahatan
pencabulan tersebut, meskipun dalam kenyataannya sangat sulit untuk memberantas
segala kejahatan yang adala dalam masyarakat tersebut yang mana pada dasarnya
sebuah perkembangan jaman terus berkembang dalam suatu masyarakat.
Perkembangan kemajuan masyarakat yang begitu pesat, di adalam kehidupan
bermasyarakat, berdampak kepada suatu kecenderungan dari anggota masyarakat itu
sendiri untuk berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, dan dalam interaksi
ini sering terjadi suatu perbuatan yang melanggar hukum atau kaidah-kaidah yang
mana telah di tentukan dalam masyarakat, dan dalam hal ini tidak semua anggota
masyarakat mau untuk menaatinya, dan masih saja ada tyang menyimpang yang pada
umumnya berperilaku tersebut kurang disukai oleh masyarakat.
Pencabulan adalah perilaku yang menyimpang dalam tindak pidana, yang
merupakan perwujudan dari seseorang yang melakukan suatu perbuatan atau tindak
yang melanggar rasa kesusilaan atau perbuatan lain yang keji. Dalam factor
penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan tersebut dikarenakan adalah
sebagai berikut :
1.
Adanya kemajuan
teknologi yang menghasilkan produk-produk baru dan semuanya semakin canggih,
seperti film, video-vidio dan sebagainya yang isinya bisa membawa pengaruh
negative.
2.
Adanya buku-buku
bacaan ataupun majalah-majalah yang berbau pornografi yang terjual bebas.
3.
Masalah tekanan
ekonomi
4.
Rendahnya pemahaman
akan nilai-nilai agama
5.
Rendahnya nilai
moral dalam suatu masyarakat.
Persoalan tersebut berkembang terus hingga sekarang, dapat dikatakan
tidak ada perubahan yang berarti meski struktur dan budaya masyarakat
berkembang menuju arah ke modern. Dari persoalan tersebut adanya sebuah tindak
pidana pencabulan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, bahkan terjadi
didesa-desa terpencil dan dipinggir kota pun yang berkembang kebanyakannya
disebabkan oleh factor-faktor penunjang yang telah disebutkan diatas.
Penyebab terjadinya perbuatan asusila di kota-kota besar adalah rawannya
keadaan kota, karena pada umumnya kota adalah impian bagi setiap orang di
daerah yang mempunyai daya tarik tersendiri yang menyebabkan angka urbanisasi
meningkat.hal ini lagi mengakibatkan penduduk di kota besar semakin padat, yang
berakibat terjadinya pengangguran karena lapangan pekerjaan belum sebanding
dengan banyaknya orang yang mencari pekerjaan. Hal ini erat kaitannya dengan
awal-awal terjadinya perbuatan asuasila seperti pencabulan terhadap anak di
bawah umur tadi, yaitu pada lelaki dewasa normal dimana kebutuhan biologisnya
menurut untuk dipenuhi, sedangkan bila ia ingin melangsungkan perkawinan yang
sah, hal itu tidak dapat dilaksanakannya, dikarenakan factor ekonomi yangmana melatar
belakangi semua permasalahan tersebut, sehingga mereka mencari jalan lain untuk
dapat menyalurkan kebutuhan biologinyya tadi, yang dengan cara tidak
mengeluarkan biaya (melakukan pencabulan tadi). Hal ini didukung pula dengan
adanya aktivitas dan kurangnya pendekatan terhadap nilai-nilai agama pada
pelaku pencabulan tersebut.
Dalam tindak pidana pencabulan yang dapat terjadi dalam situasi dan
lingkungan apa saja, misalnya seorang sipelaku memperkosa orang yang dikenalnya, seperti ada hubungan keluarga,
dan bahkan adanya suatu permasalahn tersebut yaitu pada pemerkosaan pada anak
kandung sendiri.
Tindak pidana pencabulan dalam lingkungan keluarga ini tidak luput dari
tekanan masalah factor ekonomi yang mana menjadikan sebuah factor utama dalam
hal melakukan perbuatan yang melanggar asusila dalam kehidupan berkeluarga
bermasyrakat dan berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini mengharuskan mereka
(ayah dan ibu dan juga anak-anaknya), tidur dalam satu ruangan yang mana
keadaan seperti ini masih ditambah pula oleh rendahnya pemahaman akan
nilai-nilai agama serta moral dan juga factor keadaan situasi rumah dan
psikologis si pelaku pencabulan tersebut.
Masalah tindak pidana pencabulan dalam keluarga ini bukan menjadi rahasia
lagi dalam hal ini terbukti dengan banyaknya pemberitaan di mesia massa maupun
elektronik, yang memuat kasus-kasus tindak pidana pencabulan tersebut. Pada
awalnya kasus pencabulan seperti ini sulit untuk di ungkap karena masih dianggap
tabu untuk disebarluaskan, dan jika sempat diceritakan pada orang lain berarti
akan membawa aib keluarga dan rasa takut akan anaman sipelaku terhadap korban
sangat mempersulit pengungkapan kasus seperti ini. Hal ini merupakan suatu
tantangan bagi aparat penegak hukum dan lingkungan masyarakat. Oleh karena itu,
maka kejahatan ini sudah seharusnya mendapat sanksi hukuman yang setimpal
dengan perbuatannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mengenai Anak Dibawah Umur
a. Pengertian anak
dibawah umur
Mengenai anak
dibawah umur adalah anak yang mana amanah dan karunia dari tuhan yang Maha Esa
yang mana anak tersebut dalam dirinya melekat sebgai manusia seutuhnya, anak
merupakan makhluk social yang mana anak tidak dapat tumbuh dan berkembang
sendiri tanpa adanya orang lain, karena anak lahir dengan segala kelemahan
serta ketidak berdayaan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat
mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Jadi haruslah anak itu kita sebagai
orang tua menjaga nyadan melindungi dikarenakan anak mempunyai suatu sifat dan
ciri khusus dan juga pada anak adalah sebagai potensi tumbuh kembang bangsa di
masa yang akan datang, dan juga anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri
dari perlakuan salah dari orang lain.
Anak merupakan
tunas sumber potensi dan generasi muda penerus perjuangan cita-cita bangsa
dimasa yang akan datang nantinya, oleh karena itu harus kita jaga dan lindungi
dari perbuatan buruk ataupun sebagai korban daripada perbuatan buruk dari
seseorang.
b. Kategori batasan
anak dibawah umur
Untuk mengetahui
apakah seseorang itu termasuk anak-anak atau bukan, tentu harus ada batasan
yang mengaturny, dalam hal ini beberapa peraturan perundang-undangan di
Indonesia telah mengatur tentang usia anak yang di katogorikan sebagain anak
yang antara lain sebagai berikut.
1. Kitab Undang0undang
Hukum Pidana
Di dalam KUHP yang
dikata gorikan sebagai anak terdapat dalam pasal 287 ayat 1 KUHP yang pada
intinya usia yang dikata gorikan sebagai anak adalah seorang yang belum
mencapai umur 15 tahun.
2. Kitan Undang-undang
HUkum Perdata
Didalam undang-undang Hukum
Perdata yang dikategorikan usia seorang anak ialah seseorang yang belum dewasa
seperti yang tertuang pada pasal 330 KUHPerdata.
·
Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
anak.
Didalam
undang-undang ini pada pasal 1 ayat (2) menyebutkan “anak adalah seseorang yang
belum mencapai batas usia 21 (Dua Puluh Satu) tahun dan belum pernah kawin[10].
Dalam pasal tersebut dapat diperhatikan bahwa yang dikategorikan sebagai anak
adalah dibawah usia dua pulus satu tahun dan belum pernah kawin.
·
Undang-undang No. 3 tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak
Di dalam
undang-undang ini, yang dikategorikan sebagai anak terdapat dalam pasal 1 ayat
(1) yang menyebutkan “anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal yang
telah mencapai umur 8 tahun (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18
(Delapan Belas tahun) dan belum pernah kawin[11]. Dari penjelasan pasal tersebut
dapat diperhatikan bahwa yang dikatakan sebagai anak adalah seseorang yang
berumur dari delapan tahun sampai delapa belas tahun.
·
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia
Di dalam
Undang-undang ini yang dikategorikan sebagai anak tertuang pada pasal 1 ayat 1
(5) yang menyebutkan “anak sebagai manusia yang berusia dibawah 18 tahun
(Delapan Belas) Tahun dn belum menikah, termasuk anak yang masih dalam
kandungan apabila hal tersebut adalah demo kepentingan nya. Menurut pasal ini yang dikategorikan sebagai anak
ialah mulai dalam kandungan sampai usia delapan belas tahun termasuk anak yang
masih dalam kandungan.
Menurut pasal
tersebut diatas bahwa yang dikategorikan sebagai anak ialah seorang yang
berusia dibawah delapan belas tahun sampai dalam kandungan sekalipun masih
dapat dikategorikan sebagai anak.
·
Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang
Pornografi.
Pada pasal 1 ayat
(4) yang menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (Delapan
Belas) tahun[14]. Berarti kategori dikatakan usia seorang anak menurut pasal
ini adalah belum berusia delapan belas tahun.
Peraturan perundang-undangan di
Indonesia memang tidak seragam dalam menentukan bagaimanakah dapat dikatakan
sebagai anak, akan tetapi setiap perbedaan pemahaman tersebut, tergantung
situasi dan kondisi dalam pandangan yang mana yang dipersoalkan nanti.
B. Mengenai Pencabulan
1.
Pengertian pencabulan
Dalam pasal 289 KUHP yang dimaksud dengan
pencabulan adalah barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksaseseorang melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dihukum
karena salah nya melakukan perbuatan melanggar kesopanan dengan hukuman penjara
selama-lamanya sembilan tahun penjara.
Pendapat para ahli dalam mendefinisikan tentang
pencabulan berbeda beda seperti yang dikemukakan soetandyo Wignjosoebroto yaitu
“pencabulan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang
laki-laki terhadap seseorang perempuan dengan cara menurut moral dan atau hukum
yang melanggar” dari pendapat tersebut berarti pencabulan tersebut di satu
pihak merupakan suatu tindakan atau perbuatan seorang laki-laki yang
melampiaskan sebuah nafsu tadi yang mana untuk seorang perempuan yang mana
perbuatan tersebut tidak mempunyai moral dan dilarang menurut hukum yang
berlaku.
2. Unsur unsur pencabulan
Secara umum unsur-unsur pencabulan terdiri dari dua unsur yaitu unsur
yang bersifat obyektif dan bersifat subyektif seperti tercantum dalam pasal
289.
a. Unsur obyektif
Unsur-unsur pencabulan merupakan unsur yang terpenting dalam tindak
pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur, hal ini disebabkan apabila
perbuatan pencabulan tidak terjadi maka perbuatan tersebut belumlah dapat
dikatakan telah terjadi perbuatan percabulan. Dalam perbuatan perbuatannya
yaitu adalah orang dewasa dan pada obyeknya yaitu orang sesamajenis kelamin.
b. Unsur Subyektif
Sedangkan unsur subyektifnya Cuma ada satu, yaitu yang diketahui belum
dewasa atau patut didugaya belum dewasa. Sama seperti persetubuhan untuk dalam
kejahatan yang satu ini di perlukan dua orang yang terlibat. Kalau persetubuhan
terjadi antara dua orang yang berlainan jenis, tetapi ada perbuatan ini terjadi
karena diamintara dua orang yang sesama kalamin baik itu laki-laki sama laki
laki yaitu dapat dikatakan sodomi.ataupun dengan perempuan dengan perempuan
lesbian. Walaumpun terjadi an
Tara dua orang yang sesama kelamin, tetapi yang menjadi subyek hukum
kejahatan yang di bebani tanggung jawab pidana adalah siapa yang diantara
mereka berdua orang yang telah dewasa, sedangkan yang lain haruslahbelum
dewasa. Pembebasan terhadaptanggung jawab pada pihak orang yang telah dewasa,
sedangkan yang lain harus lah belum dewasa pembebasan tanggung jawab disini
adalah pada pihak orang yang telah dewasa. Wajar karena rasio dibentuknya
kejahatan pencabulan ini adalah untuk melindungi kepentingan hukum orang yang
belum dewasa dari perbuatan-perbuatan yang melanggar kesusilaan hukum.
C. Mengenai Tindak Pidana
1.
Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana yang dikenal didalam Kitab
Undang-Undang Hukum pidana (KUHP) yang mana pembentuk undang-undang mengenalnya
dengan istilah strafbar feit.di dalam bahasa Belanda, Strafbar yang berarti
dapat dihukum, sedangkan feit yang berarti suatu kenyataan atau fakta. Strafbar
feit menurut pendapat Simons ialah “kelakuan (handeling) yang diancam dengan
pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang
dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
Pengertian tindak pidana
merupakan suatu dasar dalam ilmu hukum terutama hukum pidana yang dimana
ditujukan sebagai suatu istilah perbuatan yang melanggar norma-norma atau
aturan hukum yang berlaku di suatu negara. Oleh karena itu dapat dikatakan
sebagai tindak pidana harus memenuhi
syarat-syarat seperti :
1.
Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
2.
Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam
undang-undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
3.
Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang
melanggar ketentuan hukum.
4.
Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan
hukum yang dilanggar itu Dari syarat-syarat di atas, perbuatan yang dapat
dikatakan suatu tindak pidana ialah perbuatan yang dapat dibuktikan sebagai
suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum atau undang-undang yang berlaku
dan disertai ancaman hukumannya untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
5.
mencantumkan sanksinya.
D. Permasalahan Pencabulan terhadap Anak di bawah Umur dalam konteks social
Pelaku tindak pidana
pencabulan terhadap anak di bawah umur dalam melakukan suatu tindak pidananya
dilakukan dengan berbagai macam cara untuk pemenuhan atau pencapaian hasrat
seksualnya, tidak hanya anak-anak yang menjadi korban akan tetapi anak
terkadang dapat menjadi seorang pelaku pencabulan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur
ialah sebagai berikut :
1.
Factor lingkungan
Faktor lingkungan merupakan salah
satu faktor yang dapat mendukung terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap
anak di bawah umur. Hal ini dapat terjadi dikarenakan situasi dan keadaan dari
lingkungan tempat tinggal yang mendukung dan memberi kesempatan untuk melakukan
suatu tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur
2.
Factor kebudayaan
Kebudayaan merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap
anak di bawah umur yang dalam hubungannya dengan masalah ini merupakan suatu
hasil karya yang diciptakan dan secara terus-menerus diperbaharui oleh
sekelompok masyarakat tertentu atau dengan kata lain perkembangan suatu ciri
khas masyarakat pada suatu daerah seperti gaya hidup manusia atau masyarakat.
3.
Factor Ekonomi
Ekonomi merupakan suatu penunjang kehidupan
setiap manusia, ekonomi atau keuangan dapat merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya suatu pencabualan terhadap anak di bawah umur. Dalam
hal yang dimaksud tersebut ialah apabila seseorang mengalami himpitan atau
kesusahan dalam bidang perekonomian, hal tersebut dapat menganggu akal
pikirannya dan dapat mengakibatkan orang tersebut akan mengalami stres berat,
sehingga dapat membuat orang tersebut dapat melakukan sesuatu hal yang tak bisa
dikontrol oleh dirinya sendiri. Hal ini cenderung di kehidupan berkeluarga dan
pengangguran yang dapat melakukan tindakan apa saja yang tak bisa dikontrol
oleh dirinya sendiri akibat dari kemerosotan perekonomian dalam kehidupannya.
4.
Factor Media
Salah satu faktor yang turut serta
mempengaruhi terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur
ialah faktor media. Media merupakan sarana yang efisien dan efektif dalam menyebarluaskan informasi
kepada masyarakat luas, karena dengan biaya yang relatif sesuai dengan
kemampuan dan mampu menjangkau masyarakat dalam waktu yang cukup signifikan.
5.
Factor kejiwaan dan Psikologi
Faktor kejiwaan dalam hal ini dapat
mempengaruhi terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Beberapa
dokter ahli jiwa mengemukakan pendapat, “bahwa perbuatan kejahatan itu selalu
disebabkan oleh beberapa ciri-ciri atau sifat-sifat seseorang, yang merupakan
pembawaan dari suatu keadaan penyakit jiwa.
Dari ke lima factor tersebut dimana
sebuah kejahatan pencabulan terhadap anak dibawah umur itu terjadi jika semua
permasalahan atau factor tersebut dapat diatasi adanya sebuah upaya yang untuk
menanggulangi sebuah tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur
tersebut.
E. Penegak Hukum
Permasalahan penegak hukum ialah masalah yang sangat serius bagi suatu
negara khususnya di negara Kesatua Republik Indonesia. Oleh karena itu masalh
tersebut bukan permasalahan yang sangat mudah untuk menemukan solusi jalan
keluarnya tetapi masalhnya terletak pada praktek penegak hukum itu sendiri.
Pada kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur banyak terjadi
permasalahan mengenai bagaimana hukum dalam menegakan keadilan bagi para pelaku
pencabulan tersebut yang dihukum dengan hukuman yang dapat dikatakan hukuman
tersebut tidak dapat membuat perilaku para pelaku tersebut berubah
menjadi baik, sehingga dalam permasalahan ini menyebabkan korban merasa tidak
mendapatkan keadilan yang efisien oleh kejahatan apa yang telah pelaku lakukan
terhadap korban khususnya anak di bawah umur. Dalam konteks hukum. Hukum adalah
aturan untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegak hukum harus
memberikan manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.
Perlu dipahami
bahwa kualitas pembangunan dan penegakan hukum yang dituntut masyarakat saat
ini bukan sekedar kualitas formal, akan tetapi adalah kualitas materil atau
substansial. Kemudian, strategi sasaran pembangunan dan penegakan hukum, harus
ditujukan pada kualitas substantif yang dimana opini yang dituntut masyarakat
yang berkembang dituntut saat ini, yaitu antara lain:
2. Adanya perlindungan
hak asasi manusia.
3. Adanya nilai
kejujuran, keadilan, kebenaran, dan keyakinan antara masyarakat berserta
pemerintah dan penegak hukum.
4. Bersih dari praktik
pilih kasih, korupsi, kolusi, dan nepotisme, mafia peradilan dan penyalahgunaan
kekuasaan ataupun kewenangan.
5. Terselenggaranya
pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
6. Terwujudnya
penegakan hukum yang efisien dan tegaknya kode etik dan profesi penegak hukum.
Penegakan hukum
dalam suatu kasus perkosaan yang dilakukan oleh pelakunya orang dewasa terhadap
korban yang masih di bawah umur kurang efisien diterapkan dalam kenyataannya,
hal tersebut disebabkan terdapat faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi
penegakan hukum tersebut yang antara lain sebagai berikut :
1.
Factor Hukum
Pada faktor
hukumnya, maksudnya dalam hal kaitannya mengenai undang-undang yang berlaku di
Indonesia yang semakin beragam bentuk serta tujuannya dan hampir dalam
kehidupan sehari-sehari masyarakat harus menaati peraturan tersebut.
Dalam setiap
peraturan perundang-undangan memiliki kelemahan-kelemahan dalam setiap
pasalnya, banyaknya perundang-undangan dibuat yang bertujuan untuk menekan
angka pelanggaran dan kejahatan, akan tetapi dalam kenyataannya angka
pelanggaran dan kejahatan itu semakin meningkat dari tahun ke tahun,
peningkatan tersebut disebabkan ialah kurangnya masyarakat memahami
undang-undang tersebut serta kurangnya sosialisasi mengenai penyuluhan hukum
mengenai undang-undang pada masyarakat.
2.
Factor penegak hukum
Penegakan hukum
tidak akan berjalan dengan baik, apabila tidak didukung oleh para penegak
hukumnya yang khususnya bergerak di dalam bidang hukum seperti kepolisian,
kejaksaan, pengacara, kehakiman dan lembaga pemasyarakatan. Lemah kuatnya suatu
penegakan hukum berasal dari para penegak hukumnya, jika para penegak hukumnya
lemah, maka masyarakat akan mempersepsikan bahwa hukum dilingkungannya tidak
ada atau seolah masyarakat berada dalam hutan rimba yang tanpa aturan satu pun
yang mengaturnya.
Saat ini dinamika
yang terjadi dalam proses pencarian keadilan pada pranata hukum kita ternyata
telah berkembang menjadi begitu kompleks. Masalah-masalah hukum dan keadilan
bukan lagi sekedar masalah teknis prosedural untuk menentukan apakah suatu
perbuatan bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan, atau
apakah sesuai atau tidak dengan hukum kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat,
akan tetapi, masalah hukum yang menjadi polemik adalah seputar bagaimana
mempersiapkan yang belum ada dan menyesuaikan yang tidak lagi cocok dalam rangka
proses transplantasi hukum secara besar-besaran yang berjalan mengiringi proses
pertumbuhan tatanan baru globalisasi. Dalam kondisi seperti ini, permasalahan
hukum bukan lagi hanya persoalan eksklusif yang berkaitan dengan perlindungan
atas hak dari segelintir orang. Yang terjadi dalam masyarakat seperti ini
adalah dihadapkannya kenyataan bahwa permasalahan hukum merupakan permasalahan
setiap orang. Di sisi lain, proses transplantasi tersebut juga menuntut negara
dan masyakarat untuk menanggulangi distorsi yang ada agar tidak terus-menerus
menjalar dan menggerogoti seluruh institusi dan infrastruktur pendukung sistem
hukum Indonesia.
Salah satu
contohnya adalah bahwa pengadilan saat ini tidak lagi berperan sebagai ruang
sakral di mana keadilan dan kebenaran diperjuangkan, tapi telah berubah menjadi
pasar yang menjadi mekanisme penawaran dan permintaan sebagai dasar putusannya.
Sedangkan disisi lain perkara hukum menjadi tolak ukur demi keadilan masyarakat
serta martabat kemanusiaan yang menjadi taruhan utamanya.
Yang perlu
diperhatikan ialah mengenai kebutuhan akan etika, standar dan tanggung jawab
sebagai nilai-nilai pokok para penegak hukum yang akan mendukung dan menjamin
keberlanjutan terselenggaranya proses pencarian keadilan yang sehat. Faktor
yang ikut menuntut mencuatnya debat tersebut berada di sisi masyarakat yang
dari waktu ke waktu semakin tergantung kepada keahlian dan keterampilan dari
sekelompok orang yang disebut kaum profesional. Kondisi ketergantungan tersebut
pada akhirnya menempatkan etika profesi sebagai salah satu sarana kontrol
masyarakat terhadap profesi, yang dalam hal tertentu masih dapat dinilai
melalui parameter etika umum yang ada di dalam masyarakat. Dengan begitu,
telaah lebih lanjut mengenai dimensi moral dari profesi penegak hukum dan
berkaitan erat dengan makna, fungsi dan peranan penegak hukum beserta kode etik
yang mengatur mengenai profesi penegak hukum itu sendiri.
Kehormatan,
keberanian, komitmen, integritas, dan profesional adalah merupakan dasar bagi
para penegak hukum. Sudah sejak dahulu profesi para penegak hukum dianggap
sebagai profesi mulia. Oleh karena itu seorang para penegak hukum dalam
bersikap haruslah menghormati hukum dan keadilan, sesuai dengan kedudukan
aparat penegak hukum tersebut sebagai the officer of the criminal. Sudah
merupakan suatu keharusan bagi para penegak hukum memahami kode etik profesi
dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Kode etik profesi ini bertujuan agar
ada pedoman moral bagi para penegak hukum dalam bertindak menjalankan tugas dan
kewajibannya. Profesionalisme tanpa etika menjadikannya tanpa kendali dan tanpa
pengarahan. Sebaliknya, etika tanpa profesionalisme menjadikannya tidak maju
bahkan tidak tegak.
3.
Factor sarana atau fasilitas
Sarana atau
fasilitas dibidang hukum harus benar-benar berjalan secara baik dikarenakan
sarana atau fasilitas tersebut menjadi sebuah dukungan demi kelancaran
penegakan hukum di Indonesia. Sarana atau fasilitas yang dimaksud mencakup mengenai
proses perkara pidananya.
Dalam kasus
pencabulan yang korbannya ialah anak di bawah umur, korban sangat menginginkan
dalam pengaduannya diperhatikan oleh para penegak hukum, akan tetapi dalam
kenyataannya yang sekarang terjadi korban perkosaan khususnya anak di bawah
umur dipersulit.
4.
Factor masyarakat dan kebudayaan
Dalam kehidupan
bermasyarakat, penegakan hukum menjadi tolak ukur bagi masyarakat untuk
merasakan suatu keadilan. Mengenai kasus perkosaan dimana masyarakat sangat
berperan aktif dalam masalah penegakan hukum, maksudnya masyarakat harus
mendukung secara penuh dan berkerja sama dengan para penegak hukum dalam usaha
penegakan hukum di Indonesia. Akan tetapi masyarakat di daerah yang mempunyai
pengaruh adat yang sangat besar belum mempercayai dengan secara penuh tentang
adanya hukum yang berlaku di negara ini, dikarenakan mereka masih percaya
dengan hukum adatnya sendiri atau dengan kata lain masyarakat yang mempunyai cara
tersendiri untuk menegakan aturan yang berlaku di daerahnya tersebut atau
dengan kata lain main hakim sendiri dengan cara menikahkan pelaku dengan korban
ataupun memukuli pelaku yang pada dasarnya bertujuan agar pelaku
mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada korban. Dari faktor-faktor yang
tersebut di atas mungkin dapat mempengaruhi penegakan hukum khususnya dalam
kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur karena perbuatan yang melanggar
hukum harus senantiasa dilengkapi dengan organ-organ penegakannya yang
tergantung pada faktor-faktor yang meliputi :
a. Harapan masyarakat,
yakni apakah penegakan hukum tersebut sesuai atau tidak dengan nilai-nilai
masyarakat.
b. Adanya motivasi
warga masyarakat untuk melaporkan terjadinya perbuatan melanggar hukum kepada organ-organ
penegak hukum tersebut.
c. Kemampuan dan
kewibawaan dari organisasi penegak hukum.
Penegakan hukum yang konsisten harus diupayakan
untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang berlu di negara
Indonesia sekarang ini. karena masyarakatlah ialah factor yang sangat berperan
aktif mendukung proses penegakan hukum pada akhir-akhir ini di media masa
banyak masalah yang timbul seperti adanya mafia hukum yang dimana hukum
digunakan sebagai alat kekuasaan bagi mereka yang menjadi oknumnya sehingga
membuat kepercayaan masyarakat pada hukum yang berlaku di Indonesia mulai
musnah sedikit demi sedikit oleh sebab itu, para aparat penegak hukum harus
lebih di upayakan profesionalitas, kejujuran dan bersih dari permainan yang di
buat oleh oknum-oknum tertentu dalam kinerjanya di bidang penegakan hukum.
Peranan hukum dalam masyarakat yang bebas ialah to enforce the truth and
justice, yaitu penegakan kebenaran dan menegakkan keadilan. Hal ini dapat
terwujud bila penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu atau pilih kasih dan
tidak ada diskriminasi ataupun tidak bersifat berat sebelah atau imparsial.
F.
Perlindungan Terhadap Korban Anak Akibat Pencabulan
Banyaknya kasus
mengenai kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia dianggap sebagai
suatu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum
mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang sebagai
tempat berlindung bagi anak. Perlindungan anak
ialah “suatu usaha yang mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat
melaksanakan hak dan kewajibannya.
Bentuk-Bentuk Perlindungan Anak
Masalah anak memang
bukan suatu masalah kecil yang dengan hanya membalikan telapak tangan saja,
akan tetapi anak ialah sebagai generasi penerus bangsa dan negara. Usaha
perlindungan terhadap anak yang menjadi korban pencabulan telah diupayakan
sedemikian rupa, mulai dari pendampingan kepada korban sampai pada pembinaan
mental korban akibat peristiwa perkosaan yang dialami oleh korban.
Faktor-faktor yang mendukung pelayanan terhadap anak korban kejahatan menurut
Arif Gosita ialah sebagai berikut :
a. Keinginan untuk
mengembangkan perlakuan adil terhadap anak dan peningkatan kesejahteraan anak.
b. Hukum kesejahteraan
yang dapat mendukung pelaksanaan pelayanan terhadap anak korban kejahatan.
c. Sarana yang dapat
dimanfaatkan untuk melaksanakan pelayanan terhadap anak korban kejahatan
BAB III
ANALISIS
Kejahatan pencabulan merupakan bagian dari kejahatan terhadap
kesusilaan, dimana perbuatan cabul tersebut tidak saja terjadi pada orang
dewasa tetapi juga terjadi pada anak dibawah umur. Baik secara langsung maupun
tidak langsung anak-anak menjadi korban kejahatan pencabulan tersebut, dalam
hal mengalami sebuah pencabulan tersebut adanya berbagai gangguan terhadap
dirinya baik itu fisik maupun non-fisik yang ditimbulkan dari peristiwa
tersebut. Pelaku kejahatan pencabulan terhadap anak dibawah umur dalam
melakukan suatu kejahatan dilakukan dengan berbagai macam cara untuk melakukan
suatu kejahatannya dilakukan dengan berbagai macam cara untuk pemenuhan atau
pencapaian hasrat seksualnya. Dalam kasus pencabulan yang terjadi di Indonesia
yang bermacam macam bentuk dan modus yaitu seperti dirayu, diancam, dipaksa,
ditipu dan lain sebagainya. Yang mana akan menimbulkan sebuah kejahatan
pencabulan di kalangan masyarakat tersebut.
Para pelaku tersebut dapat dikatakan sebagai oknum pidana yangamana
dapat dijatuhi oleh hukuman dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara sekarang ini karena sebuah hukum yang mengikat sipelaku agara
bagaimana mendapatkan sebuah hukuman daripada perbuatan kejahatan pencabulan
terhadap anak dibawah umur tadi. Dalam melakukan sebuah penjatuhan hukumaan
bagi pelaku pencabulan terhadap anak dibawah umur. Maka dari itu peraturan per
undangan-undangan yang berlaku di Indonesia ialah sebagai berikut :
1. Sanksi pidana bagi
pelaku pencabulan terhadap anak dibawah umur menurut kitab undang undang hukum
pidana (KUHP). Adalah sebagai berikut:
d. Pada pasal 285 KUHP
yang berbunyi:
Barang siapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya
bersetubuh dengan dia, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
e. Pada pasal 286 KUHP
yang berbunyi:
Barang siapa
bersetubuh dengan seorang wanita yang bukan istrinya, padahal diketahuinya
bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.
f. Pada Pasal 287 KUHP
berbunyi :
Barang siapa
bersetubuh dengan seorang wanita diluar pernikahan, padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau
umurnya tidak ternyata , belum mampu kawin diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.
2. Sanksi Pidana Bagi
Pelaku Pencabulan Terhadap Anak Di Bawah Umur Menurut Undang-Undang No 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak.
a. Pasal 81 ayat (1)
yang berbunyi :
Setiap orang dengan
sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
b. Pasal 81 ayat (2)
yang berbunyi :
Ketentuan pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan
sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Dalam hal diatas dapat dikatakan sebagai hukum yang mengatur jalannya
sebuah tingkah laku masyrakat yang mana tanpa adanya sebuah kejahatan
pencabulan terhadap anak di bawah umur. Maka dari itu setiap warga negara lah
yang akan mekakukan sebuah penegakan hukum yang ada di Indonesia ini, lain itu
adanya suatu pemahaman yang mana harus ada nya sebuah taat hukum terhadap
peraturan peraturan yang sudah dibuat pemerintah untuk anggota masyarakat.
Sehingga melakukan sebuah kemasyarakatan berjalan sebagaimana yang dinginkan
yaitu adanya sebuah rasa nyaman damai tentram dalam suatu masyarakat tersebut.
Sehingga tidak adanya lagi sebuah yang mana melakukan hal hal yang dilarang
oleh hukum yang berlaku di Indonesia sekarang ini.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diseluruh materi yang diuraikan mengenai permasalahan yang
dikemukakan tentang Pencabulan terhadap anak dibawah umur dalam konteks sosial,
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Korban tindak
pidana pencabulan selain mengalami penderitaan fisik juga mengalami penderitaan
mental yang membutuhkan waktu lama untuk memulihkannya. Mengingat penderitaan
yang dialami korban tindak pidana pencabulan tidak singkat untuk bisa
memulihkan, maka aparat penegak hukum berkewajiban memberikan perlindungan
terhadap korban tindak pidana pencabulan yang diimplementasikan dalam peraturan
perundang-undangan sebagai produk hukum untuk memberikan keadilan bagi korban.
Faktor-faktor yang
dapat meningkatkan dan mempengaruhi terjadinya tindak pidana pencabulan
terhadap anak di bawah umur yaitu factor lingkungan, faktor kebudayaan, faktor
ekonomi, faktor media, dan factor psikologi atau kejiwaan pelaku.
Kordinasi antara
masyarakat bersama pemerintah dan penegak hukum dalam menanggulangi tindak
pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur berupa pencegahan seperti
meningkatkan keamanan, memberantas film dan bacaan porno, membina, mengawasi
dan mengontrol anak dan lain sebagainya. Upaya penanggulangan jika tindak
pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur terlanjur terjadi seperti
meningkatkan profesionalisme dari para penegak hukum serta media cetak maupun
elektronik dapat ikut serta dengan cara memberitakan kasus perkosaan terhadap
anak di bawah umur disertai ancaman hukumannya.
B.
Saran
Dalam hal
Perlindungan Hukum terhadap anak dibawah umur Seharusnya dalam menyelenggarakan
perlindungan bagi anak dibawah umur adanya sebuah pemberian penanaman motivasi
yang mana akan menjadikan anak akan menjadi orang yang tak minder akan sebuah
lingkungan yang tinggal jika dia berada dalam suatu lingkungan tersebut, maka
dari itu pemerintah tentang hak perlindungan anak yang mana mengharuskan sebuah
sekolah yang membolehkan anak jadi korban dalam hal pencabulan anak tersebut
agar dia tumbuh sebagaimana dengan anak anak yang sebaya dengan anak tersebut.
Meningkatkan mentalitas,
moralitas, serta keimananan dan ketaqwaan pada diri sendiri yang bertujuan
untuk pengendalian diri yang kuat sehingga tidak mudah tergoda untuk melakukan
sesuatu yang tidak baik, dan juga untuk mencegah agar dapat menghindari pikiran
dan niat yang kurang baik di dalam hati serta pikirannya.
Para penegak hukum
seperti kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam menindak para pelaku agar
lebih terarah dan tajam sesuai dengan apa yang telah pelaku lakukan terhadap
korbannya, serta mengedepankan hak-hak anak sebagai korban pencabulan.
Daftar Pustaka
Daliyo, J.B, Pengantar Hukum Indonesia, Prenhallindo,
Jakarta, 2001.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum, Edisi 1 Cet. 6, RajaGrafindo Persada, 2005.
Solahudin, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana, Dan Perdata, Cet.
1, Visimedia, Jakarta, 2008.