TUGAS
HUKUM PIDANA
Dosen :
DR. Zainul
Akhyar, M.H.
Oleh :
Irdawati (A1A215021)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2016
BAB I
Latar Belakang
Masalah
Indonesia adalah salah satu negara yang tidak
luput dari perkembangan teknologi. Pengruh arus globalisasi dan perdagangan
bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telah memperluas ruang gerak arus
transaksi barang yang masuk ke indonesia, baik secara legal maupun yang ilegal.
Di sisi lain kondisi dan fenomena yang sering
terjadi di masyrakat akibat maju nya perindustrian, pembangunan dan
perkembangan teknologi adalah bentuk penipuan lewat media komunikasi dalam hal
ini adalah lewat SMS yang sering terjadi dan dialami di masyarakat belakangan
ini baik yang kemudian diungkapkan pada publik, yang dimuat ditelevisi, yang
terinvestigasi atau bukan yang hilang begitu saja atau yang di biarkan, yang
mengakibatkan masyarakat banyak mengalami kerugian materil dan imateril. Hal
ini tentunya saring atau biasa dikatakan oleh oknum atau kelompok sedikit
kejahatan, para produsen barang atau jasa
tyang tidak jujur atau juga orang-orang yang kurang tanggung jawab yang
ingin mengambil keuntungan yang besar dari masyarakat dan para konsumen yang
awam atau tidak paham atas prosedur dan ketentuan hukum yang ada dan yang
berlaku.
Di sisi yang berbeda dapat dilihat bahwa keberadaan
dari hand phone itu sediri sebagai salah satu alat komunikasi yang dewasa ini
banyak digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia merupakan terobosan besar
dalam dunia teknologi dan informasi. Seperti yang di ketahui bahwa pada awalnya
penggunaan telpon sebagaisalah satu sarana komunikasi dalam dunia informasi
tidak dapat dipindahkan atau statis, namun dengan adanya handphone maka ada
salah satu nilai tambah daya gunanya yaitu dengan dapat dibawanya handphone
oleh penggunanya sehingga alat komunikasi ini kemudian menjadi pemegang peranan
penting dalam kehidupan masyarakat saat ini yang berkembang sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan era globalisasi dunia yaitu adanya efesiensi dan
efektifitas. Keadaan tersebut juga berlangsung di Indonesia, yang mana sifat
konsumtif dari bangsa ini yang sangat tinggi menyebabkan handphone kini
dimiliki semua orang tanpa batasan umur, pada semua lapisan sosial masyarakat
yang penggunanya dapat disaksikan dengan nyata dalam kehidupan mereka sehari
hari. Saat ini seluruh lapisan sosial
masyarakat sosial masyarakat mulai dari lapisan sosial paling tinggi hingga
masyarakat dari lapisan sosial yang terendah bisa memiliki handphone karena
murahnya alat komunikasi ini.
Semakin mudahnya seseorang memperoleh handphone
berbangding lurus dengan sebagai semakin murahnya tarif dari berbagai kartu
telepon yang disediakan oleh privider telekomunikasi, yang jika dipandang dari
sisi lain berdampak pula untuk memunculkan suatu modus dari tindak pidana yaitu
dalam hal penipuan.
SMS merupakan salah satu fitur yang pasti ada
dalam stiap kartu telepon, yang rentan menimbulkan penyalahgunaan yang bisa
dimungkinkan akan menjerat baik pengirim maupun penerimanya. Contoh dalam
penyalahgunaan SMS yang bisa memungkinkan timbulnya suatu delik adalah sebagai
berikut:
“Selamat, No pelanggan Indosat anda telah
memenangkan Gebyar Hadiah Rp. 10 Jt. u/ ket. Hub. Cell center : 081521771483 www.indosat.com”
Walaupun banyaknya penyalahgunaan yang dilakukan
dengan menggunakan fasilitas SMS, akan tetapi keberadaannya sebagai alat bukti
dalam persidangan kasus pidana masih banyak di pertanyakan kebsahannya.hal
tersebut sangat dimaklumi dikarenakan saat pembuatan KUHP, belum ditemukan dan
terjadi kasus kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan sarana media
komunikasi, khususnya modus penipuan lewat SMS. Tentunya bukan merupakan
hambatan bagi perkembangan dibidang teknologi informasi di Indonesia yang
secara kasat mata sangat membantu aktifitas dan pekerjaan setiap individu, akan
tetapiyang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti adalah bagaimana negara
memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang mengalami kasus penipuan
lewat media komunikasi, bagaimanakah aturan hukum itu bisa di terapkan dalam
mengantisipasi maupun memberikan perlindungan, manfaat dan kepastian hukum bagi
masyarakat pengguna sekaligus ancaman hukuman yang berat bagi siapapun yang
menyalahguankan perkembangan dan kemajuan dibidang teknologi informasi yang ada
dalam masa sekarang ini, agar dapat memberikan kepastian hukum, keadialan serta
kenyamanan bagi masyarakat di negara indonesia.
Teknologi informasi dan komunikasi telah merubah
perilaku masyarakat dan perbedaan secara global, disamping itu perkembangan
teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas, dan
menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung dengan cepat.
Teknologi informasi kini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan
kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia,
sekaligus menjadi arena efektif perbuatan melawan hukum.
Melihat fakta yang ada pada saat ini, dampak
perkembangan ilmu pengetahua dan teknologi yang telah disalahgunakan sebagai
sarana kejahatan ini, menjadi sangat penting untuk diantisipasi bagaimana
kebijakan hukumnya, sehingga penipuan dalam hal SMS yang terjadi saat ini,
dapat diantisipasi dengan dilakukan upaya penanggualangan lewat sarana hukum
pidana, termasuk dalam hal ini mengenai sistem pembuktiannya. Dikatakan sangat
penting karena dalam penegakan hukum pidana, dasar pembenaran seorang dapat
dikatakan bersalah atau tidak melakukan tindak pidana, disamping perbuatannya
dapat dipersalahkan atas kekuatan undang-undang yang telah ada sebelumnya (asas
legalitas). Juga perbuatan mana didukung oleh kekuatan bukti yang sah dan
kepadanya dapat dipertanggungjawabkan (unsur kesalahannya).
Bertolak dari uraian diatas, apabila dikatakan
dengan media komunikasi, maka unsur pembuktian dengan kekuatan alat bukti yang
sah dalam hukum acara pidana merupakan masalah yang tidak kalah pentinganya
untuk diantisipasi disamping unsur kesalahan dan adanya perbuatan pidana.
Akhirnya dengan melihat pentingnya persoalan pembuktian dalam media komunikasi,
tuliasan ini hendak mendeskripsikan pembahasanya dalam fokus masalah penegakan
hukum terhadap kejahatan dalam dunia maya terutama melalui media SMS.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tindak Pidana Penipuan
Tindak pidana penipuan adalah Kejahatan penipuan
(bedrog) dimuat dalam Bab XXV Buku II KUHP, dari pasal 378 s/d pasal 394. Title
asli bab ini adalah bedrog yang oleh banyak ahli diterjemahkan sebagai
penipuan, atau ada juga yang menerjemahkannya sebagai perbuatan curang. Tresna
menyebutkannya berkicau. Perkataan penipuan itu sendiri mempunyai dua
pengertian, yakni :
1.
Penipuan
dalam arti luas, yaitu semua kejahatan yang dirumuskan dalam Bab XXV KUHP.
2.
Penipuan
dalam arti sempit, ialah bentuk penipuan yang dirumuskan dalam pasal 378
(bentuk pokoknya) dan 379 (bentuk khususnya), atau yang biasa disebut
dengan oplichting.
Adapun seluruh ketentuan tindak pidana dalam Bab
XXV ini disebut dengan penipuan, oleh karena dalam semua tindak pidana di sini
terdapatnya perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau membohongi orang
lain.
B. Bentuk dari Tindak Pidana Penipuan
Ø Penipuan
dalam Bentuk Pokok
Ketentuan
dalam pasal 378 ini adalah merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting)
itu sendiri. Rumusan ini adalah bentuk pokoknya, dan ada penipuan dalam arti
sempit dalam bentuk khusus yang meringankan. Karena adanya unsur khusus yang
bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan (pasal
379). Sedangkan penipuan dalam arti sempit tidak ada dalam bentuk diperberat.
Pasal 378 merumuskan sebagai berikut:
"Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu
muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
4 tahun."
Rumusan
penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan
(menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang
lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara
melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu
muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Selanjutnya
adalah unsurunsur subjektif yang meliputi maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum.
Dari
pernyataan di atas dapat disimpulakan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan
paksaan akan tetapi
dengan tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang
tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.
C.
Unsur-unsur
dari
Tindak Pidana Penipuan
a.
Unsur-unsur Objektif
penipuan
1.
Perbuatan menggerakkan
(Bewegen).
Kata
bewegen selain diterjemahkan dengan menggerakkan, ada juga sebagian ahli dengan
menggunakan istilah membujuk atau menggerakkan hati. KUHP sendiri tidak
memberikan keterangan apapun tentang istilah bewegen itu. Menggerakkan dapat
didefinisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada
orang lain. Objek yang dipengaruhi adalah kehendak seseorang. Perbuatan
menggerakkan adalah berupa perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya
secara konkret bila dihubungkan dengan cara melakukannya. Cara melakukannya
inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan dengan
perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan perbuatan yang tidak benar. Dengan
perbuatan yang benar, misalnya dalam pasal 55 (1) KUHP membujuk atau
menganjurkan untuk melakukan tindak pidana dengan cara: memberikan atau
menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan dan lain sebagainya. Sedangkan
di dalam penipuan, menggerakkan adalah dengan cara-cara yang di dalamnya
mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat membohongi atau menipu.
Mengapa
menggerakkan pada penipuan ini harus dengan cara-cara yang palsu dan bersifat
membohongi atau tidak benar? Karena kalau menggerakkan dilakukan dengan cara
yang sesungguhnya, cara yang benar dan tidak palsu, maka tidak mungkin kehendak
orang lain (korban) akan menjadi terpengaruh, yang pada akhirnya ia menyerahkan
benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang. Tujuan yang ingin dicapai
petindak dalam penipuan hanya mungkin bisa dicapai dengan melalui perbuatan
menggerakkan yang menggunakan cara-cara yang tidak benar demikian.
2.
Yang digerakkan adalah
orang
Pada
umumnya orang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang
menghapuskan piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang digerakkan itu
sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan pasal
378 tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda, memberi
hutang maupun menghapuskan piutang adalah harus orang yang digerakkan. Orang
yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang bisa juga
oleh selain yang digerakkan, asalkan orang lain (pihak ketiga) menyerahkan
benda itu atas perintah/kehendak orang yang digerakkan. Artinya penyerahan
benda itu dapat dilakukan dengan perantaraan orang lain selain orang yang
digerakkan. Kepada siapa barang diserahkan, atau untuk kepentingan siapa
diberinya hutang atau dihapusnya piutang, tidak perlu harus kepada atau bagi
kepentingan orang yang menggerakkan/petindak. Penyerahan benda dapat dilakukan
kepada orang lain selain yang menggerakkan, asalkan perantaraan ini adalah
orang yang dikehendaki petindak. Untuk ini ada arrest HR yang menyatakan bahwa
"penyerahan merupakan unsur yang konstitutif dari kejahatan ini dan tidak
perlu bahwa penyerahan dilakukan pada pelaku sendiri". Dari unsur maksud
menguntungkan yang ditujukan dalam 2 hal, yaitu diri sendiri atau orang lain,
maka dapat dipastikan bahwa dalam penipuan bukan saja untuk kepentingan
petindak semata-mata melainkan dapat juga untuk kepentingan orang lain.
3.
Tujuan Perbuatan
a.
Menyerahkan benda Pengertian
benda dalam penipuan mempunyai arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan
penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Pada pencurian,
pemerasan, pengancaman, dan kejahatan terhadap harta benda lainnya, di mana
secara tegas disebutnya unsur milik orang lain bagi benda objek kejahatan,
berbeda dengan penipuan di mana tidak menyebutkan secara tegas adanya unsur
yang demikian. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pada penipuan benda yang
diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal
ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Pendapat ini didasarkan pada, bahwa dalam penipuan menguntungkan diri tidak
perlu menjadi kenyataan, karena dalam hal ini hanya unsur maksudnya saja yang
ditujukan untuk menambah kekayaan.
b.
Memberi hutang dan
menghapuskan piutang : Perkataan hutang di sini tidak sama artinya dengan
hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau perikatan.
Hoge Raad dalam suatu arrestnya menyatakan bahwa "yang dimaksud dengan
hutang adalah suatu perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang jaminan".
Oleh karena itulah memberi hutang tidak dapat diartikan sebagai memberi
pinjaman uang belaka, melainkan diberi pengertian yang lebih luas sebagai
membuat suatu perikatan hukum yang membawa akibat timbulnya kewajiban bagi
orang lain untuk menyerahkan/membayar sejumlah uang tertentu. Misalnya dalam
suatu jual beli, timbul suatu kewajiban pembeli untuk membayar/menyerahkan
sejumlah uang tertentu yakni harga benda itu kepada penjual. Demikian juga
dengan istilah utang dalam kalimat menghapuskan piutang mempunyai arti suatu
perikatan. Menghapuskan piutang mempunyai pengertian yang lebih luas dari
sekedar membebaskan kewajiban dalam hal membayar hutang atau pinjaman uang
belaka. Menghapuskan piutang adalah menghapuskan segala macam perikatan hukum
yang sudah ada, di mana karenanya menghilangkan kewajiban hukum penipu untuk
menyerahkan sejumlah uang tertentu pada korban atau orang lain.
4.
Upaya-Upaya Penipuan
a.
Dengan menggunakan
nama palsu (valsche naam) : Ada dua pengertian nama palsu. Pertama, diartikan
sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain. Misalnya
Abdurachim menggunakan nama temannya yang bernama Abdullah. Kedua, suatu nama
yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya.
Misalnya orang yang bernama Gino menggunakan nama Kempul. Nama Kempul tidak ada
pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang yang
menggunakannya. Banyak orang menggunakan suatu nama dari gabungan beberapa
nama, misalnya Abdul Mukti Ahmad. Apakah menggunakan nama palsu, jika ia
mengenalkan diri pada seseorang dengan nama Mukti Ahmad? Dalam hal ini kita
harus berpegang pada nama yang dikenal oleh masyarakat luas. Andaikata ia
dikenal di masyarakat dengan nama Abdul Mukti, maka la mengenalkan diri dengan
nama Mukti Ahmad itu adalah menggunakan nama palsu. Bagaimana pula jika
seseorang menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, tetapi
orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya seorang penjaga malam bernama
Markaban mengenalkan diri sebagai seorang dosen bernama Markaban, Markaban yang
terakhir benar-benar ada dan diketahuinya sebagai seorang dosen. Di sini tidak
menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat/kedudukan palsu.
b.
Menggunakan
martabat/kedudukan palsu (valsche hoedanigheid) : Ada beberapa istilah yang
sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche hoedanigheid itu,
ialah: keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan kedudukan palsu. Adapun
yang dimaksud dengan kedudukan palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut/digunakan
seseorang, kedudukan mana menciptakan/mempunyai hak-hak tertentu, padahal
sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu. Jadi kedudukan palsu ini jauh
lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai suatu jabatan
tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya. Sudah
cukup ada kedudukan palsu misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang
dengan demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau sebagai
seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain sebagainya. Hoge Raad dalam suatu
arrestnya menyatakan bahwa "perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah
bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa,
seorang agen, seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh
keperca¬ yaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat".
c.
Menggunakan tipu
muslihat (listige kunstgreoen) dan rangkaian kebohongan (zamenweefsel van
verdichtsels) : Kedua cara menggerakkan orang lain ini sama-sama bersifat
menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan
kepercayaan/kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar adanya.
Namun ada perbedaan, yaitu: pada tipu muslihat berupa perbuatan, sedangkan pada
rangkaian kebohongan berupa ucapan/perkataan. Tipu muslihat diartikan sebagai
suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau
kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar.
Karenanya orang bisa menjadi percaya dan tertarik atau tergerak hatinya.
Tergerak hati orang lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si penipu, karena
dengan tergerak hatinya/terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar
orang lain (korban) berbuat menyerahkan benda yang dimaksud.
b.
Unsur-Unsur
Subjektif Penipuan
1.
Maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Maksud si pelaku dalam melakukan
perbuatan menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau
orang lain, adalah berupa unsur kesalahan dalam penipuan. Kesengajaan sebagai
maksud ini selain harus ditujukan pada menguntungkan diri, juga ditujukan pada
unsur lain di belakangnya, seperti unsur melawan hukum, menggerakkan,
menggunakan nama palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan dalam maksud ini harus
sudah ada dalam diri si petindak, sebelum atau setidak-tidaknya pada saat
memulai perbuatan menggerakkan. Menguntungkan artinya menambah kekayaan dari
yang sudah ada. Menambah kekayaan ini baik bagi diri sendiri mau pun bagi orang
lain.
2.
Dengan melawan hukum.
Unsur maksud sebagaimana yang diterangkan di atas, juga ditujukan pada unsur
melawan hukum. Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melakukan perbuatan menggerakkan haruslah berupa maksud yang melawan hukum.
Unsur maksud dalam rumusan penipuan ditempatkan sebelum unsur melawan hukum,
yang artinya unsur maksud itu juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum.
Oleh karena itu, melawan hukum di sini adalah berupa unsur subjektif. Dalam hal
ini sebelum melakukan atau setidak¬tidaknya ketika memulai perbuatan
menggerakkan, petindak telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan itu
adalah melawan hukum. Melawan hukum di sini tidak semata-mata diartikan sekedar
dilarang oleh undang-undang atau melawan hukum formil, melainkan harus
diartikan yang lebih luas yakni sebagai bertentangan dengan apa yang
dikehendaki masyarakat, suatu celaan masyarakat. Karena unsur melawan hukum ini
dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, maka menjadi wajib dibuktikan dalam
persidangan. Perlu dibuktikan ialah si petindak mengerti maksud menguntungkan
diri sendiri atau orang lain dengan menggerakkan orang lain dengan cara
tertentu dan seterusnya dalam rumusan penipuan sebagai dicela masyarakat.
BAB III
ANALISIS
Kecanggihan teknologi seluler dewasa ini cukup memudahkan setiap orang
melakukan sebagai komunikasi satu dengan yang lain. Seiring dengan perkembangan
teknologi komunikasi yang begitu berat, orang-orang tertentu dapat juga
menyalahgunakan sarana komunikasi itu dengan memanfaatkan teknologi seluler
untuk melakukan kejahatan. Salah satu dampak negatif teknologi seluler ini
adalah munculnya penipuan melalui media komunikasi (elektronika) yang sudah
sering terjadi di masyarakat.
Adanya kualifikasi kedalam 3 (tiga) klasifikasi tersebut di atas, maka
dapat mendorong dominasi pihak-pihak tertentu untuk menyalahgunakan kemampuan
yang berimplikasi pada terjadinya kejahatan penipuan. Seperti halnya yang
menjadi sot issue di tengah-tengah sosial masyarakat Indonesia, sebuah fakta yang
tak terbantahkan salah satu kasus yang sangat menggemparkan karena terjadi
hampir di seluruh belahan penjuru tanah air, dengan modus/pola yang sangat
populer di kalangan masyarakat kita berupa penipuan dengan menggunakan sarana
SMS.
Kejahatan penipuan dengan menggunakan layanan SMS telah banyak menimbulkan
korban, pada umumnya yaitu masyarakat pengguna telepon seluler itu sendiri.
Kasus-kasus cyber crime di Indonesia di dominasi oleh kasus penipuan, baik
penipuan melalui internet maupun telepon seluler.
Misalnnya kasus yang terjadi di selawesi utara telah terdapat kurang lebih
3 korban penipuan dengan modus kejahatan penipuan melalui media komunikasi
yaitu SMS yang cukup menarik perhatian masyarakat setempat.
Selanjutnya dalam pasal 1 angka Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999
ditegaskan pengertian alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang
disunakan dalam bertelkomunikasi. “dalam pasal 1 angka 4 disebutkan sarana dan
prasaan telekkpmunikasi adalah “segala sesuatu yang dapat dikatakan sebagai tindak
pidana penipuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP yang menyatakan:
barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan mempergunakan sebuah nama susunan kata-kata
bohong, menggerakkan seseorang untuk menyerahkan sebuah nama benda, untuk
mengadakan perjanjian hutang ataupun untuk memniadakan piutang, karena salah
telah melakukan penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Kasus penipuan dengan modus kejahatan menggunakan teleon sesuler melalui
layanan SMS ini terdapat kesulitan dalan hal pembuktianny, karena jaringan para
pelaku penipuan ini terbesar di daerah-daerah yang mungkin tidak berada di
tempat korban berdomisili. Terlebih data pribadi palsu pendaftaran para pembeli
kartu telepon perdana pra bayar, dimana orang dengan begitu mudanyan
menggunakan nomor yang teru menerus berganti, tanpa perlu memberi data yang
masuk dalam data base operator atau privider.
25/03/2008 08:30 Kasus Penipuan Kupon Berhadiah Memakan Korban
Depok: Christine, warga Cisalak, Depok, Jawa Barat tertipu kupon undian
berhadiah mobil, baru-baru ini. Ia terpaksa kehilangan uang senilai Rp 7 juta
yang masuk ke rekening pelaku. Korban yang melaporkan kejadian ini ke Pos
Polisi Cililitan, Jakarta Timur diminta untuk meneruskan laporan ke Kepolisian
Sektor Cimanggis. Pasalnya, lokasi kejadian di wilayah hukum Cimanggis.
Penipuan itu bermula saat Christine membeli sabun deterjen dalam bentuk
sachet. Dalam kemasan terdapat kupon undian yang menyebutkan korban memenangi
sebuah mobil. Korban mengaku telah mengkonfirmasi nomor telepon yang tertera
pada kupon. Namun, pelaku dengan cerdik mencatut nama Direktur Lalu Lintas
Kepolisan Daerah Metro Jaya Djoko Susilo yang seolah-olah mengesahkan hadiah
mobil tersebut.
Kasus serupa juga menimpa warga Sukabumi, Jabar. Diah, istri Ibin harus
kehilangan uang Rp 25 juta setelah tertipu undian berhadiah sebuah mobil
keluaran terbaru yang diperoleh dari sebungkus deterjen. Mereka langsung
melaporkan penipuan ini ke aparat Polsek Cisaat, Sukabumi.
Penipuan berawal saat Diah membeli enam bungkus deterjen di sebuah pasar
tradisional di Sukabumi. Dalam salah satu bungkus deterjen, ia menemukan kupon
undian berhadian mobil. Setelah mengontak nomor telepon yang tertera dalam
kupon, korban diminta menyetorkan uang Rp 25 juta untuk biaya balik nama mobil.
Korban kemudian meminjam uang kepada tetangganya dengan jaminan rumah. Namun,
usai menyetorkan uang mereka baru sadar telah ditipu. Kasus penipuan itu kini
ditangani jajaran Kepolisian Resor Kota Sukabumi.(RMA/TimLiputan6SCTV)
Kalau diperhatikan, dalam kasus di atas terdapat beberapa unsur penting
yang mengindikasikan terhadap tindakan pidana penipuan. Baik dari segi unsur
objektif maupun unsur subjektif dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan
pelaku dalam kasus tersebut. Unsur objektif dalam kasus tersebut terlihat jelas
dari cara-cara yang digunakan pelaku, yaitu adanya upaya untuk menggerakan
korban dalam hal ini dengan mempengaruhi korban atau menanamkan pengaruh agar
korban menyerahkan sesuatu, dalam kasus ini uang sebagai biaya untuk balik nama
mobil yang merupakan tipu muslihat pelaku saja. Selain itu pelaku juga
menggunakan nama palsu. Yaitu dalam kasus di atas pelaku mencatut nama Direktur
Lalu Lintas Kepolisan Daerah Metro Jaya Djoko Susilo yang seolah-olah
mengesahkan hadiah mobil tersebut. Hal ini dilakukan pelaku untuk mempengaruhi
Christine yang merupakan korban dalam kasus tersebut.
Sedangkan unsur subjektif yang mengindikasikan tindakan pidana penipuan
yang terdapat dalam kasus diatas yaitu adanya kesengajaan pelaku untuk
menguntungkan diri sendiri yang merupakan maksud si pelaku dari perbuatan
menggerakan korban dengan perbuatan melawan hukum. Dalam hal ini tentunya
sebelum melakukan atau ketika memulai perbuatan menggerakan si pelaku telah
memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri dengan
melakukan perbuatan seperti ini adalah melawan hukum. Yang merupakan perbuatan
yang dilarang oleh Undang-Undang dan tidak dikehendaki oleh masyarakat.
Dari unsur-unsur yang terkandung dalam kasus di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa kasus tersebut termasuk tindak pidana penipuan dalam bentuk
pokok yang diatur dalam KUHP pasal 378 yang mana akibat hukumnya adalah yang
diancam dangan hukuman penjara paling lama empat tahun.
“Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.”
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tindak pidana
penipuan adalah Kejahatan penipuan (bedrog) dimuat dalam Bab XXV Buku II KUHP,
dari pasal 378 s/d pasal 394. Title asli bab ini adalah bedrog yang oleh banyak
ahli diterjemahkan sebagai penipuan, atau ada juga yang menerjemahkannya
sebagai perbuatan curang. Bentuk-bentuk dari tindak pidana penipian yaitu Penipuan dalam Bentuk Pokok. Ketentuan dalam pasal
378 ini adalah merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting) itu
sendiri “Barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam
karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”.
Rumusan ini adalah bentuk pokoknya, dan ada penipuan dalam arti sempit dalam
bentuk khusus yang meringankan. Karena adanya unsur khusus yang bersifat
meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan (pasal 379). Dari pernyataan di atas dapat disimpulakan
bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seseorang
untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran
penuh.
B.
Saran
Janganlah kita mudah terpercaya terhadap pesan sms seperti berupa hadiah
dari suatu produk iklan tanpa adanya sepengetahuan informasi berhadiah dari
iklan tersebut, sebaiknya anda perlu berhati - hati dan jangan ditanggapi
dengan menghapus pesan sms dari telepon kita atau menghubungi pihak call center yang bersangkutan mengenai kebenaran pesan
hadiah sms yang anda terima. Sebaiknya kita harus benar-benar memahami tentang
yang namanya sebuah media komunikasi yang mana jika tidak mengenali dan
memahaminya kita akan di tipu oleh orang orang bermaksud jahat dalam
menjalankan aksi penipuannya lewat media komunikasi yaitu sms tadi.
Daftar Pustaka
Adami Chazawi. 2006. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang:
Bayumedia Publising
P.A.F. Lamintang, Djisman
Samosir. 1979. Delik-delik Khusus
Terhadap Hak Milik dan yang Timbul dari Hak Milik. Bandung: Tarsito
Tongat, 2003. Hukum Pidana Materiil, Malang: UMM
Press,
Wirjono prodjodikoro, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia,
Bandung: Refika Aditama,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar