Selasa, 22 November 2016

TUGAS HUKUM PIDANA

TUGAS
HUKUM PIDANA
TINDAK PIDANA PENIPUAN LEWAT MEDIA KOMUNIKASI






Dosen :
DR. Zainul Akhyar, M.H.
Oleh :
Irdawati                     (A1A215021)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2016


BAB I
Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah salah satu negara yang tidak luput dari perkembangan teknologi. Pengruh arus globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang yang masuk ke indonesia, baik secara legal maupun yang ilegal.
Di sisi lain kondisi dan fenomena yang sering terjadi di masyrakat akibat maju nya perindustrian, pembangunan dan perkembangan teknologi adalah bentuk penipuan lewat media komunikasi dalam hal ini adalah lewat SMS yang sering terjadi dan dialami di masyarakat belakangan ini baik yang kemudian diungkapkan pada publik, yang dimuat ditelevisi, yang terinvestigasi atau bukan yang hilang begitu saja atau yang di biarkan, yang mengakibatkan masyarakat banyak mengalami kerugian materil dan imateril. Hal ini tentunya saring atau biasa dikatakan oleh oknum atau kelompok sedikit kejahatan, para produsen barang atau jasa  tyang tidak jujur atau juga orang-orang yang kurang tanggung jawab yang ingin mengambil keuntungan yang besar dari masyarakat dan para konsumen yang awam atau tidak paham atas prosedur dan ketentuan hukum yang ada dan yang berlaku.
Di sisi yang berbeda dapat dilihat bahwa keberadaan dari hand phone itu sediri sebagai salah satu alat komunikasi yang dewasa ini banyak digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia merupakan terobosan besar dalam dunia teknologi dan informasi. Seperti yang di ketahui bahwa pada awalnya penggunaan telpon sebagaisalah satu sarana komunikasi dalam dunia informasi tidak dapat dipindahkan atau statis, namun dengan adanya handphone maka ada salah satu nilai tambah daya gunanya yaitu dengan dapat dibawanya handphone oleh penggunanya sehingga alat komunikasi ini kemudian menjadi pemegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat saat ini yang berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan era globalisasi dunia yaitu adanya efesiensi dan efektifitas. Keadaan tersebut juga berlangsung di Indonesia, yang mana sifat konsumtif dari bangsa ini yang sangat tinggi menyebabkan handphone kini dimiliki semua orang tanpa batasan umur, pada semua lapisan sosial masyarakat yang penggunanya dapat disaksikan dengan nyata dalam kehidupan mereka sehari hari. Saat ini  seluruh lapisan sosial masyarakat sosial masyarakat mulai dari lapisan sosial paling tinggi hingga masyarakat dari lapisan sosial yang terendah bisa memiliki handphone karena murahnya alat komunikasi ini.
Semakin mudahnya seseorang memperoleh handphone berbangding lurus dengan sebagai semakin murahnya tarif dari berbagai kartu telepon yang disediakan oleh privider telekomunikasi, yang jika dipandang dari sisi lain berdampak pula untuk memunculkan suatu modus dari tindak pidana yaitu dalam hal penipuan.
SMS merupakan salah satu fitur yang pasti ada dalam stiap kartu telepon, yang rentan menimbulkan penyalahgunaan yang bisa dimungkinkan akan menjerat baik pengirim maupun penerimanya. Contoh dalam penyalahgunaan SMS yang bisa memungkinkan timbulnya suatu delik adalah sebagai berikut:
“Selamat, No pelanggan Indosat anda telah memenangkan Gebyar Hadiah Rp. 10 Jt. u/ ket. Hub. Cell center : 081521771483 www.indosat.com
Walaupun banyaknya penyalahgunaan yang dilakukan dengan menggunakan fasilitas SMS, akan tetapi keberadaannya sebagai alat bukti dalam persidangan kasus pidana masih banyak di pertanyakan kebsahannya.hal tersebut sangat dimaklumi dikarenakan saat pembuatan KUHP, belum ditemukan dan terjadi kasus kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan sarana media komunikasi, khususnya modus penipuan lewat SMS. Tentunya bukan merupakan hambatan bagi perkembangan dibidang teknologi informasi di Indonesia yang secara kasat mata sangat membantu aktifitas dan pekerjaan setiap individu, akan tetapiyang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti adalah bagaimana negara memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang mengalami kasus penipuan lewat media komunikasi, bagaimanakah aturan hukum itu bisa di terapkan dalam mengantisipasi maupun memberikan perlindungan, manfaat dan kepastian hukum bagi masyarakat pengguna sekaligus ancaman hukuman yang berat bagi siapapun yang menyalahguankan perkembangan dan kemajuan dibidang teknologi informasi yang ada dalam masa sekarang ini, agar dapat memberikan kepastian hukum, keadialan serta kenyamanan bagi masyarakat di negara indonesia.
Teknologi informasi dan komunikasi telah merubah perilaku masyarakat dan perbedaan secara global, disamping itu perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas, dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung dengan cepat. Teknologi informasi kini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi arena efektif perbuatan melawan hukum.
Melihat fakta yang ada pada saat ini, dampak perkembangan ilmu pengetahua dan teknologi yang telah disalahgunakan sebagai sarana kejahatan ini, menjadi sangat penting untuk diantisipasi bagaimana kebijakan hukumnya, sehingga penipuan dalam hal SMS yang terjadi saat ini, dapat diantisipasi dengan dilakukan upaya penanggualangan lewat sarana hukum pidana, termasuk dalam hal ini mengenai sistem pembuktiannya. Dikatakan sangat penting karena dalam penegakan hukum pidana, dasar pembenaran seorang dapat dikatakan bersalah atau tidak melakukan tindak pidana, disamping perbuatannya dapat dipersalahkan atas kekuatan undang-undang yang telah ada sebelumnya (asas legalitas). Juga perbuatan mana didukung oleh kekuatan bukti yang sah dan kepadanya dapat dipertanggungjawabkan (unsur kesalahannya).
Bertolak dari uraian diatas, apabila dikatakan dengan media komunikasi, maka unsur pembuktian dengan kekuatan alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana merupakan masalah yang tidak kalah pentinganya untuk diantisipasi disamping unsur kesalahan dan adanya perbuatan pidana. Akhirnya dengan melihat pentingnya persoalan pembuktian dalam media komunikasi, tuliasan ini hendak mendeskripsikan pembahasanya dalam fokus masalah penegakan hukum terhadap kejahatan dalam dunia maya terutama melalui media SMS.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tindak Pidana Penipuan
Tindak pidana penipuan adalah Kejahatan penipuan (bedrog) dimuat dalam Bab XXV Buku II KUHP, dari pasal 378 s/d pasal 394. Title asli bab ini adalah bedrog yang oleh banyak ahli diterjemahkan sebagai penipuan, atau ada juga yang menerjemahkannya sebagai perbuatan curang. Tresna menyebutkannya berkicau. Perkataan penipuan itu sendiri mempunyai dua pengertian, yakni :
1.      Penipuan dalam arti luas, yaitu semua kejahatan yang dirumuskan dalam Bab XXV KUHP.
2.      Penipuan dalam arti sempit, ialah bentuk penipuan yang dirumuskan dalam pasal 378 (bentuk pokoknya) dan 379 (bentuk khususnya), atau yang biasa disebut dengan oplichting.
Adapun seluruh ketentuan tindak pidana dalam Bab XXV ini disebut dengan penipuan, oleh karena dalam semua tindak pidana di sini terdapatnya perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau membohongi orang lain.

B.     Bentuk dari Tindak Pidana Penipuan
Ø  Penipuan dalam Bentuk Pokok
Ketentuan dalam pasal 378 ini adalah merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting) itu sendiri. Rumusan ini adalah bentuk pokoknya, dan ada penipuan dalam arti sempit dalam bentuk khusus yang meringankan. Karena adanya unsur khusus yang bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan (pasal 379). Sedangkan penipuan dalam arti sempit tidak ada dalam bentuk diperberat. Pasal 378 merumuskan sebagai berikut:
 "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."
Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Selanjutnya adalah unsur­unsur subjektif yang meliputi maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulakan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.

C.    Unsur-unsur dari Tindak Pidana Penipuan
a.      Unsur-unsur Objektif penipuan
1.      Perbuatan menggerakkan (Bewegen).
Kata bewegen selain diterjemahkan dengan menggerakkan, ada juga sebagian ahli dengan menggunakan istilah membujuk atau menggerakkan hati. KUHP sendiri tidak memberikan keterangan apapun tentang istilah bewegen itu. Menggerakkan dapat didefinisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain. Objek yang dipengaruhi adalah kehendak seseorang. Perbuatan menggerakkan adalah berupa perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya secara konkret bila dihubungkan dengan cara melakukannya. Cara melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan perbuatan yang tidak benar. Dengan perbuatan yang benar, misalnya dalam pasal 55 (1) KUHP membujuk atau menganjurkan untuk melakukan tindak pidana dengan cara: memberikan atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan dan lain sebagainya. Sedangkan di dalam penipuan, menggerakkan adalah dengan cara-cara yang di dalamnya mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat membohongi atau menipu.
Mengapa menggerakkan pada penipuan ini harus dengan cara-cara yang palsu dan bersifat membohongi atau tidak benar? Karena kalau menggerakkan dilakukan dengan cara yang sesungguhnya, cara yang benar dan tidak palsu, maka tidak mungkin kehendak orang lain (korban) akan menjadi terpengaruh, yang pada akhirnya ia menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang. Tujuan yang ingin dicapai petindak dalam penipuan hanya mungkin bisa dicapai dengan melalui perbuatan menggerakkan yang menggunakan cara-cara yang tidak benar demikian.
2.      Yang digerakkan adalah orang
Pada umumnya orang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang digerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan pasal 378 tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang adalah harus orang yang digerakkan. Orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang digerakkan, asalkan orang lain (pihak ketiga) menyerahkan benda itu atas perintah/kehendak orang yang digerakkan. Artinya penyerahan benda itu dapat dilakukan dengan perantaraan orang lain selain orang yang digerakkan. Kepada siapa barang diserahkan, atau untuk kepentingan siapa diberinya hutang atau dihapusnya piutang, tidak perlu harus kepada atau bagi kepentingan orang yang menggerakkan/petindak. Penyerahan benda dapat dilakukan kepada orang lain selain yang menggerakkan, asalkan perantaraan ini adalah orang yang dikehendaki petindak. Untuk ini ada arrest HR yang menyatakan bahwa "penyerahan merupakan unsur yang konstitutif dari kejahatan ini dan tidak perlu bahwa penyerahan dilakukan pada pelaku sendiri". Dari unsur maksud menguntungkan yang ditujukan dalam 2 hal, yaitu diri sendiri atau orang lain, maka dapat dipastikan bahwa dalam penipuan bukan saja untuk kepentingan petindak semata-mata melainkan dapat juga untuk kepentingan orang lain.
3.      Tujuan Perbuatan
a.       Menyerahkan benda Pengertian benda dalam penipuan mempunyai arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Pada pencurian, pemerasan, pengancaman, dan kejahatan terhadap harta benda lainnya, di mana secara tegas disebutnya unsur milik orang lain bagi benda objek kejahatan, berbeda dengan penipuan di mana tidak menyebutkan secara tegas adanya unsur yang demikian. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pada penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Pendapat ini didasarkan pada, bahwa dalam penipuan menguntungkan diri tidak perlu menjadi kenyataan, karena dalam hal ini hanya unsur maksudnya saja yang ditujukan untuk menambah kekayaan.
b.      Memberi hutang dan menghapuskan piutang : Perkataan hutang di sini tidak sama artinya dengan hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau perikatan. Hoge Raad dalam suatu arrestnya menyatakan bahwa "yang dimaksud dengan hutang adalah suatu perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang jaminan". Oleh karena itulah memberi hutang tidak dapat diartikan sebagai memberi pinjaman uang belaka, melainkan diberi pengertian yang lebih luas sebagai membuat suatu perikatan hukum yang membawa akibat timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan/membayar sejumlah uang tertentu. Misalnya dalam suatu jual beli, timbul suatu kewajiban pembeli untuk membayar/menyerahkan sejumlah uang tertentu yakni harga benda itu kepada penjual. Demikian juga dengan istilah utang dalam kalimat menghapuskan piutang mempunyai arti suatu perikatan. Menghapuskan piutang mempunyai pengertian yang lebih luas dari sekedar membebaskan kewajiban dalam hal membayar hutang atau pinjaman uang belaka. Menghapuskan piutang adalah menghapuskan segala macam perikatan hukum yang sudah ada, di mana karenanya menghilangkan kewajiban hukum penipu untuk menyerahkan sejumlah uang tertentu pada korban atau orang lain.
4.      Upaya-Upaya Penipuan
a.       Dengan menggunakan nama palsu (valsche naam) : Ada dua pengertian nama palsu. Pertama, diartikan sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain. Misalnya Abdurachim menggunakan nama temannya yang bernama Abdullah. Kedua, suatu nama yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya. Misalnya orang yang bernama Gino menggunakan nama Kempul. Nama Kempul tidak ada pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang yang menggunakannya. Banyak orang menggunakan suatu nama dari gabungan beberapa nama, misalnya Abdul Mukti Ahmad. Apakah menggunakan nama palsu, jika ia mengenalkan diri pada seseorang dengan nama Mukti Ahmad? Dalam hal ini kita harus berpegang pada nama yang dikenal oleh masyarakat luas. Andaikata ia dikenal di masyarakat dengan nama Abdul Mukti, maka la mengenalkan diri dengan nama Mukti Ahmad itu adalah menggunakan nama palsu. Bagaimana pula jika seseorang menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, tetapi orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya seorang penjaga malam bernama Markaban mengenalkan diri sebagai seorang dosen bernama Markaban, Markaban yang terakhir benar-benar ada dan diketahuinya sebagai seorang dosen. Di sini tidak menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat/kedudukan palsu.
b.      Menggunakan martabat/kedudukan palsu (valsche hoedanigheid) : Ada beberapa istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche hoedanigheid itu, ialah: keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut/digunakan seseorang, kedudukan mana menciptakan/mempunyai hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu. Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai suatu jabatan tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya. Sudah cukup ada kedudukan palsu misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang dengan demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau sebagai seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain sebagainya. Hoge Raad dalam suatu arrestnya menyatakan bahwa "perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa, seorang agen, seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh keperca¬ yaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat".
c.       Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgreoen) dan rangkaian kebohongan (zamenweefsel van verdichtsels) : Kedua cara menggerakkan orang lain ini sama-sama bersifat menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan kepercayaan/kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar adanya. Namun ada perbedaan, yaitu: pada tipu muslihat berupa perbuatan, sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan/perkataan. Tipu muslihat diartikan sebagai suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar. Karenanya orang bisa menjadi percaya dan tertarik atau tergerak hatinya. Tergerak hati orang lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si penipu, karena dengan tergerak hatinya/terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar orang lain (korban) berbuat menyerahkan benda yang dimaksud.
b.      Unsur-Unsur Subjektif Penipuan
1.      Maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain, adalah berupa unsur kesalahan dalam penipuan. Kesengajaan sebagai maksud ini selain harus ditujukan pada menguntungkan diri, juga ditujukan pada unsur lain di belakangnya, seperti unsur melawan hukum, menggerakkan, menggunakan nama palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan dalam maksud ini harus sudah ada dalam diri si petindak, sebelum atau setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan menggerakkan. Menguntungkan artinya menambah kekayaan dari yang sudah ada. Menambah kekayaan ini baik bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain.
2.      Dengan melawan hukum. Unsur maksud sebagaimana yang diterangkan di atas, juga ditujukan pada unsur melawan hukum. Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan menggerakkan haruslah berupa maksud yang melawan hukum. Unsur maksud dalam rumusan penipuan ditempatkan sebelum unsur melawan hukum, yang artinya unsur maksud itu juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum. Oleh karena itu, melawan hukum di sini adalah berupa unsur subjektif. Dalam hal ini sebelum melakukan atau setidak¬tidaknya ketika memulai perbuatan menggerakkan, petindak telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan itu adalah melawan hukum. Melawan hukum di sini tidak semata-mata diartikan sekedar dilarang oleh undang-undang atau melawan hukum formil, melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni sebagai bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan masyarakat. Karena unsur melawan hukum ini dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, maka menjadi wajib dibuktikan dalam persidangan. Perlu dibuktikan ialah si petindak mengerti maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggerakkan orang lain dengan cara tertentu dan seterusnya dalam rumusan penipuan sebagai dicela masyarakat.



BAB III
ANALISIS
Kecanggihan teknologi seluler dewasa ini cukup memudahkan setiap orang melakukan sebagai komunikasi satu dengan yang lain. Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi yang begitu berat, orang-orang tertentu dapat juga menyalahgunakan sarana komunikasi itu dengan memanfaatkan teknologi seluler untuk melakukan kejahatan. Salah satu dampak negatif teknologi seluler ini adalah munculnya penipuan melalui media komunikasi (elektronika) yang sudah sering terjadi di masyarakat.
Adanya kualifikasi kedalam 3 (tiga) klasifikasi tersebut di atas, maka dapat mendorong dominasi pihak-pihak tertentu untuk menyalahgunakan kemampuan yang berimplikasi pada terjadinya kejahatan penipuan. Seperti halnya yang menjadi sot issue di tengah-tengah sosial masyarakat Indonesia, sebuah fakta yang tak terbantahkan salah satu kasus yang sangat menggemparkan karena terjadi hampir di seluruh belahan penjuru tanah air, dengan modus/pola yang sangat populer di kalangan masyarakat kita berupa penipuan dengan menggunakan sarana SMS.
Kejahatan penipuan dengan menggunakan layanan SMS telah banyak menimbulkan korban, pada umumnya yaitu masyarakat pengguna telepon seluler itu sendiri. Kasus-kasus cyber crime di Indonesia di dominasi oleh kasus penipuan, baik penipuan melalui internet maupun telepon seluler.
Misalnnya kasus yang terjadi di selawesi utara telah terdapat kurang lebih 3 korban penipuan dengan modus kejahatan penipuan melalui media komunikasi yaitu SMS yang cukup menarik perhatian masyarakat setempat.
Selanjutnya dalam pasal 1 angka Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 ditegaskan pengertian alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang disunakan dalam bertelkomunikasi. “dalam pasal 1 angka 4 disebutkan sarana dan prasaan telekkpmunikasi adalah “segala sesuatu yang dapat dikatakan sebagai tindak pidana penipuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP yang menyatakan: barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan mempergunakan sebuah nama susunan kata-kata bohong, menggerakkan seseorang untuk menyerahkan sebuah nama benda, untuk mengadakan perjanjian hutang ataupun untuk memniadakan piutang, karena salah telah melakukan penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Kasus penipuan dengan modus kejahatan menggunakan teleon sesuler melalui layanan SMS ini terdapat kesulitan dalan hal pembuktianny, karena jaringan para pelaku penipuan ini terbesar di daerah-daerah yang mungkin tidak berada di tempat korban berdomisili. Terlebih data pribadi palsu pendaftaran para pembeli kartu telepon perdana pra bayar, dimana orang dengan begitu mudanyan menggunakan nomor yang teru menerus berganti, tanpa perlu memberi data yang masuk dalam data base operator atau privider.
25/03/2008 08:30 Kasus Penipuan Kupon Berhadiah Memakan Korban
Depok: Christine, warga Cisalak, Depok, Jawa Barat tertipu kupon undian berhadiah mobil, baru-baru ini. Ia terpaksa kehilangan uang senilai Rp 7 juta yang masuk ke rekening pelaku. Korban yang melaporkan kejadian ini ke Pos Polisi Cililitan, Jakarta Timur diminta untuk meneruskan laporan ke Kepolisian Sektor Cimanggis. Pasalnya, lokasi kejadian di wilayah hukum Cimanggis.
Penipuan itu bermula saat Christine membeli sabun deterjen dalam bentuk sachet. Dalam kemasan terdapat kupon undian yang menyebutkan korban memenangi sebuah mobil. Korban mengaku telah mengkonfirmasi nomor telepon yang tertera pada kupon. Namun, pelaku dengan cerdik mencatut nama Direktur Lalu Lintas Kepolisan Daerah Metro Jaya Djoko Susilo yang seolah-olah mengesahkan hadiah mobil tersebut.
Kasus serupa juga menimpa warga Sukabumi, Jabar. Diah, istri Ibin harus kehilangan uang Rp 25 juta setelah tertipu undian berhadiah sebuah mobil keluaran terbaru yang diperoleh dari sebungkus deterjen. Mereka langsung melaporkan penipuan ini ke aparat Polsek Cisaat, Sukabumi.
Penipuan berawal saat Diah membeli enam bungkus deterjen di sebuah pasar tradisional di Sukabumi. Dalam salah satu bungkus deterjen, ia menemukan kupon undian berhadian mobil. Setelah mengontak nomor telepon yang tertera dalam kupon, korban diminta menyetorkan uang Rp 25 juta untuk biaya balik nama mobil. Korban kemudian meminjam uang kepada tetangganya dengan jaminan rumah. Namun, usai menyetorkan uang mereka baru sadar telah ditipu. Kasus penipuan itu kini ditangani jajaran Kepolisian Resor Kota Sukabumi.(RMA/TimLiputan6SCTV)
Kalau diperhatikan, dalam kasus di atas terdapat beberapa unsur penting yang mengindikasikan terhadap tindakan pidana penipuan. Baik dari segi unsur objektif maupun unsur subjektif dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku dalam kasus tersebut. Unsur objektif dalam kasus tersebut terlihat jelas dari cara-cara yang digunakan pelaku, yaitu adanya upaya untuk menggerakan korban dalam hal ini dengan mempengaruhi korban atau menanamkan pengaruh agar korban menyerahkan sesuatu, dalam kasus ini uang sebagai biaya untuk balik nama mobil yang merupakan tipu muslihat pelaku saja. Selain itu pelaku juga menggunakan nama palsu. Yaitu dalam kasus di atas pelaku mencatut nama Direktur Lalu Lintas Kepolisan Daerah Metro Jaya Djoko Susilo yang seolah-olah mengesahkan hadiah mobil tersebut. Hal ini dilakukan pelaku untuk mempengaruhi Christine yang merupakan korban dalam kasus tersebut.
Sedangkan unsur subjektif yang mengindikasikan tindakan pidana penipuan yang terdapat dalam kasus diatas yaitu adanya kesengajaan pelaku untuk menguntungkan diri sendiri yang merupakan maksud si pelaku dari perbuatan menggerakan korban dengan perbuatan melawan hukum. Dalam hal ini tentunya sebelum melakukan atau ketika memulai perbuatan menggerakan si pelaku telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri dengan melakukan perbuatan seperti ini adalah melawan hukum. Yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan tidak dikehendaki oleh masyarakat.
Dari unsur-unsur yang terkandung dalam kasus di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kasus tersebut termasuk tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok yang diatur dalam KUHP pasal 378 yang mana akibat hukumnya adalah yang diancam dangan hukuman penjara paling lama empat tahun.
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Tindak pidana penipuan adalah Kejahatan penipuan (bedrog) dimuat dalam Bab XXV Buku II KUHP, dari pasal 378 s/d pasal 394. Title asli bab ini adalah bedrog yang oleh banyak ahli diterjemahkan sebagai penipuan, atau ada juga yang menerjemahkannya sebagai perbuatan curang. Bentuk-bentuk dari tindak pidana penipian yaitu Penipuan dalam Bentuk Pokok. Ketentuan dalam pasal 378 ini adalah merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting) itu sendiri “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”. Rumusan ini adalah bentuk pokoknya, dan ada penipuan dalam arti sempit dalam bentuk khusus yang meringankan. Karena adanya unsur khusus yang bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan (pasal 379). Dari pernyataan di atas dapat disimpulakan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.
B.     Saran
Janganlah kita mudah terpercaya terhadap pesan sms seperti berupa hadiah dari suatu produk iklan tanpa adanya sepengetahuan informasi berhadiah dari iklan tersebut, sebaiknya anda perlu berhati - hati dan jangan ditanggapi dengan menghapus pesan sms dari telepon kita atau menghubungi pihak call center  yang bersangkutan mengenai kebenaran pesan hadiah sms yang anda terima. Sebaiknya kita harus benar-benar memahami tentang yang namanya sebuah media komunikasi yang mana jika tidak mengenali dan memahaminya kita akan di tipu oleh orang orang bermaksud jahat dalam menjalankan aksi penipuannya lewat media komunikasi yaitu sms tadi.


Daftar Pustaka
Adami Chazawi. 2006. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang: Bayumedia Publising
P.A.F. Lamintang, Djisman Samosir. 1979. Delik-delik Khusus Terhadap Hak Milik dan yang Timbul dari Hak Milik. Bandung: Tarsito
Tongat, 2003. Hukum Pidana Materiil, Malang: UMM Press,
Wirjono prodjodikoro, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung: Refika Aditama,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar